Regulasi dan Kontroler

Beberapa tahun ini, harapan dan keinginan masyarakat telah terjawab. Dulu, hand phone (HP) dapat dinilai sebagai simbol prestise seseorang. Jangankan untuk memiliki HP, bagi sebagian orang membeli kartunya saja (pra bayar maupun pasca bayar) harus berpikir ratusan kali.

Namun sekarang, praktik jual beli HP dan voucher perdana pra bayar menjadi komoditas yang sangat menggiurkan. Counter-counter penjualan pun kian menjamur, bak laron ketika di musim hujan. Produsen dan konsumen tanpa kendala berarti, dengan mudah dan harga yang relatif murah dapat memiliki “jumlah” nomor serta HP dengan sesuka hati.

Otomatis, banyak konsumen mulai dari remaja hingga orang tua seakan berlomba untuk memuaskan dahaga serta mewujudkan impiannya. Karena fungsi HP sebagai prestise telah bermetamorfosis menjadi sebuah kebutuhan yang crusial. Apalagi, ditunjang dengan kemudahan dan kemurahan plus kebebasan untuk mendapatkannya.

Sayangnya, para pengguna kartu pra bayar seakan kebablasan dalam merespon komoditas ini. Banyak pengguna yang memakai layanan karu pra bayar bagaikan calling card --kartu sekali pakai buang.

Kesempatan ini, akhirnya direspon pula oleh beberapa ‘tangan-tangan jahil’. Terbukti banyak kasus mengenai penipuan gaya modern melalui layanan Short Message Sevice (SMS). Modus operandinya pun mudah dilakukan, kejahatan ini sangat potensial dan berhasil mengeruk keuntungan dari para korban. Bahkan, banyak pula kasus lain seperti beredarnya pesan sms provokatif “adu domba” yang semakin menimbulkan keresahan di masyarakat.

Hal itu terjadi, karena seiring meningkatnya kebutuhan berkomunikasi, jumlah pemakai telepon seluler (terutama yang menggunakan kartu pra bayar) terus meningkat. Menurut data Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI), jumlah pelanggan seluler mencapai sekitar 42 juta nomor. Dari catatan di berbagai media, prosentase pengguna kartu pra bayar di tanah air mencapai 90% lebih dari sekitar 14 juta pengguna jasa seluler nasional.

Untuk itu, dalam upaya peningkatan keamanan negeri secara komprehensif, pemerintah melalui Depkominfo mewajibkan operator seluler meregistrasi identitas diri pelanggan tertuang dalam Keputusan Menkominfo; Kepmen No.23/Kominfo/M/10/05 tanggal 28 Oktober 2005 tentang registrasi kartu pra bayar.

Kepmen tersebut dikeluarkan pemerintah sebagai salah satu cara mengatasi maraknya aksi teror, penipuan, penyalahgunaan nomor dan aksi kejahatan lainnya yang sering didominasi melalui pesan-pesan sms yang tidak bertanggung jawab.

Konsep Sibernetik

Setiap kebijakan yang berlaku tentunya memiliki kelemahan dan kelebihan. Dalam teori sistem terdapat konsep sibernetik yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi (regulasi dan kontrol) sebuah sistem. Meski sejumlah operator telepon seluler telah memiliki formula registrasi pelanggan layanan pra bayarnya –untuk memenuhi peraturan pemerintah dengan batas registrasi April 2006. Namun, fungsi pengawasan dari konsep sibernetik di sini belum terlihat. Dan, masih terlalu dini untuk mengatakan sistem ini efektif untuk meredam aksi kejahatan melaui sms.

Pertama, Kepmen tersebut belum menjamin seluruh pengguna kartu pra bayar ingin meregistrasikan identitasnya. Kedua, meski pengguna telah melakukan registrasi, namun tidak tertutup kemungkinan pengguna tersebut tetap memiliki kartu pra bayar lebih dari satu, dan mungkin hanya satu nomor saja yang didaftarkan. Ketiga, masih banyaknya jumlah nomor yang diproduksi dan dijual secara bebas, murah, mudah dan tanpa diikuti perundang-undangan tertentu.

Melihat maraknya aksi kejahatan melalui sms, terlalu hipokrit, jika kita hanya mengutuk para pelaku kejahatan dan mencela kebodohan sang korban, sementara kita tak memiliki usaha yang sungguh-sungguh untuk menumpas aksi-aksi yang meresahkan masyarakat tersebut.

Kondisi ini seharusnya mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak. Pertama, masyarakat. Selalu bersikap waspada dan berpikir rasioanal terhadap setiap sms yang diterimanya. Dibutuhkan kesadaran dan keterbukaan yang tinggi untuk sesegera mungkin mendaftarkan nomornya sebelum batas akhir registrasi. Selain itu, hilangkan kebiasaan untuk memakai nomor bagaikan calling card.

Kedua, operator seluler berusaha dengan iming-iming tertentu untuk menarik respon pelanggannya agar segera mendaftarkan identitasnya. Membatasi jumlah dan regulasi produksi kartu pra bayar --berdasarkan kebutuhan saja.

Melakukan seleksi khusus terhadap counter-counter yang ingin mengedarkan kartu pra bayar yang baru diproduksi. Membuat aturan khusus tentang kepemilikan kartu baru dan aturan kepemilikan lebih dari satu plus mekanisme pengawasannya, karena meski pun nomor pelanggan yang belum mendaftar dinonaktifkan. Namun, banyaknya kuantitas kartu dan kemudahan mendapatkannya, sangat sulit menjamin pelanggan tersebut segera melakukan registrasi atas kartu barunya.

Ketiga, pemerintah harus ekstra keras dalam mengawasi dan menindak tegas pelanggaran yang dilakukan operator seluler, ketika ada yang melanggar Kepmen ataupun aturan-aturan baru yang dibuat operator seluler terhadap counter maupun produksi kartunya.

Pepatah Arab mengatakan, Man jadda wa jadda. Artinya, siapa yang sungguh-sungguh berusaha, akan dapat mewujudkan impiannya. Dengan demikian, pesan-pesan sms yang meresahkan masyarakat, insya Allah akan berubah menjadi sebuah pesan yang selalu dinanti-nanti. Semoga…

Tidak ada komentar: